Aksi unjuk rasa adalah bentuk konkret dari kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, belakangan ini, upaya mewujudkan demokrasi sering diwarnai oleh berita hoaks dan disusupi oleh provokator. Hoaks ini menyebar melalui pesan berantai di WhatsApp, media sosial, dan situs daring yang tidak terverifikasi. Informasi yang salah ini dapat menimbulkan kebingungan dan konflik di masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih cermat dalam menyaring informasi agar tidak terjebak dalam penyebaran berita palsu. Kesadaran dan kehati-hatian setiap orang menjadi kunci untuk meminimalkan dampak negatif dari hoaks, terutama di tengah situasi yang sensitif seperti aksi demonstrasi.
Berbagai ciri-ciri hoaks dapat membantu dalam mengidentifikasi informasi yang tidak valid. Beberapa ciri yang sering muncul adalah judul provokatif, sumber informasi yang tidak jelas, gambar atau video yang diambil dari konteks yang tidak sesuai, dan bahasa emosional yang mempengaruhi pembaca. Untuk menghindari penyebaran hoaks, masyarakat dapat melakukan langkah-langkah seperti memeriksa sumber informasi yang kredibel, verifikasi fakta, memerhatikan tanggal dan konteks informasi, waspadai judul sensasional, gunakan fitur pelaporan di media sosial, edukasi diri dan lingkungan sekitar, serta tidak mudah terpengaruh pesan berantai.
Kesadaran mengenai hoaks dan kemampuan untuk memverifikasi informasi sangat penting di tengah maraknya aksi demonstrasi. Masyarakat yang cerdas informasi akan lebih kritis terhadap berita yang mereka terima, sehingga ruang digital dapat menjadi lebih sehat dan aman dari hoaks. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, seperti memeriksa sumber, memverifikasi fakta, dan meningkatkan edukasi digital, risiko penyebaran informasi palsu dapat dikurangi. Dengan menjadi konsumen informasi yang cerdas, setiap individu dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman, harmonis, dan bebas dari pengaruh berita palsu.