Kualitas udara di Jakarta pada Minggu pagi tidak sehat bagi kelompok sensitif dan berada di peringkat sepuluh sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.30 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta menempati peringkat ke-10 dengan angka 155, masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5 dan konsentrasi sebesar 62,8 mikrogram per meter kubik.
Angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara tidak sehat bagi kelompok sensitif, dapat merugikan manusia, hewan yang sensitif, atau merusak tumbuhan dan nilai estetika.
Selain itu, ada juga kategori udara sedang dengan rentang PM2.5 51-100 yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia dan hewan tetapi berdampak pada tumbuhan sensitif dan nilai estetika.
Selanjutnya, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2.5 200-299 yang dapat merugikan kesehatan sejumlah populasi yang terpapar. Dan terakhir, kategori berbahaya dengan rentang PM2.5 300-500 yang secara umum dapat merugikan kesehatan populasi secara serius.
Kolkata (India) menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di peringkat pertama dengan angka 196, diikuti oleh Dhaka (Bangladesh) di peringkat kedua dengan angka 194, Delhi (India) di peringkat ketiga dengan angka 180, Lahore (Pakistan) di peringkat keempat dengan angka 179, dan Karachi (Pakistan) di peringkat kelima dengan angka 177.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menekan polusi udara, termasuk pemasangan generator bertekanan tinggi untuk menyemprotkan butiran air (water mist generator) ke udara. Hal ini dilakukan sebagai persiapan menghadapi musim kemarau di masa mendatang.
Juru Bicara Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara (Satgas PPU) Provinsi DKI Jakarta menginformasikan bahwa hingga 17 November 2023, telah dipasang 177 unit “water mist generator” di 143 gedung pemerintah dan swasta. Satgas ini juga melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan polusi udara dan meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
