Data terbaru WHO menunjukkan bahwa sebagian besar negara tidak menyediakan layanan yang memadai untuk kanker dalam cakupan kesehatan universal.
Sehubungan dengan peringatan hari kanker dunia pada 4 Februari 2024 Organisasi Kesehatan Dunia WHO (WHO), melalui lembaga riset kanker International Agency for Research on Cancer (IARC), merilis data estimasi mutakhir mengenai beban kanker dunia. Data yang diambil dari 185 negara ini menunjukkan bahwa sepuluh jenis kanker masih mendominasi dua per tiga kasus baru dan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Data tersebut menyebutkan bahwa kasus kanker baru di dunia mencapai angka 20 juta kasus, dengan jumlah kematian sebesar 9,7 juta kasus. Dari angka ini, kanker paru memiliki kasus terbanyak (12,4%), diikuti kanker payudara (11,6%), kanker kolorektal (9,6%), kanker prostat (7,3%), dan kanker perut (4,9%).
Kanker paru, sebagai penyebab kematian akibat kanker yang terbesar di kalangan pria, sangat berkaitan dengan tingginya penggunaan rokok, terutama di wilayah Asia. Adapun kanker payudara masih menjadi momok utama kaum perempuan di seluruh dunia.
Di sini lain, WHO juga merilis data survei di 115 negara yang menunjukkan bahwa sebagian besar negara tidak menyediakan layanan yang memadai untuk kanker dalam cakupan kesehatan universal (UHC). Hanya 39 dari 115 negara yang memasukkan manajemen kanker sebagai layanan kesehatan inti untuk seluruh warga negara. Kondisi ini akan membuat risiko kematian bagi penderita kanker semakin tinggi.
Kanker payudara termasuk kanker yang paling banyak menyerang warga Indonesia, selain kanker leher rahim, kanker paru, kanker kolorektal, dan kanker lever. Tahun 2020 saja, menurut data Global Cancer Statistics (Globocan) yang dirilis oleh WHO, di Indonesia terdapat 396.914 kasus kanker baru dengan 234.511 kematian yang disebabkan oleh kanker.
Dari semua kasus kanker payudara saja, 70 persen di antaranya sudah pada tahap lanjut ketika dideteksi. Ini karena masih banyak perempuan yang menganggap remeh tanda-tanda awal kanker, seperti adanya benjolan di payudara atau perubahan fisik lainnya. Akibatnya, ketika sakit terasa semakin parah dan mulai ada gejala-gejala lanjut yang mencemaskan, barulah mereka pergi ke dokter. Pada kanker stadium lanjut, pengobatan menjadi lebih rumit dan berat, membutuhkan biaya yang lebih besar, dan risiko kematian yang lebih tinggi.
Data negara-negara yang disurvei oleh WHO juga menunjukkan bahwa hanya 28 persen negara yang menyediakan pelayanan paliatif, yakni dengan memaksimalkan kualitas hidup pasien dan mengurangi gejala yang mengganggu. Layanan paliatif dibutuhkan oleh pasien kanker stadium lanjut dengan kemungkinan sembuh kecil tetapi tetap membutuhkan layanan kesehatan agar kualitas hidupnya tetap terpenuhi. Di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, seperti Indonesia, layanan paliatif untuk kanker belum termasuk dalam jaminan perlindungan kesehatan nasional seperti BPJS Kesehatan tetapi dapat diperoleh lewat lembaga-lembaga swasta nirlaba seperti Yayasan Kanker Indonesia.
Jurang yang paling lebar dari layanan kesehatan adalah transplantasi sel punca (stem cell). Transplantasi sel punca dilakukan untuk jenis kanker yang berhubungan dengan darah, yang biayanya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namun, negara-negara maju 12 lebih mungkin menyediakannya dibandingkan negara berkembang.
Untuk menurunkan risiko kanker, WHO bekerja sama dengan berbagai negara untuk menjalankan sejumlah program. WHO bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam ekspansi layanan imunisasi HPV (human papillomavirus) untuk mencegah penyakit kanker serviks (leher rahim). Penyebab kanker ini bervariasi tetapi 95 persen kasus disebabkan oleh infeksi HPV. Itu sebabnya program imunisasi HPV untuk anak-anak perempuan ini masuk ke dalam program imunisasi nasional.
Di Indonesia, imunisasi HPV masuk ke dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Program ini digagas pada 2022 oleh WHO bersama empat kementerian, yakni Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi; Kementerian Kesehatan; Kementerian Agama; dan Kementerian Dalam Negeri, karena implementasinya melibatkan sekolah-sekolah dasar di seluruh daerah, termasuk madrasah dan sekolah lain yang setara. Kementerian Kesehatan juga merilis Rencana Aksi Nasional untuk kanker dan untuk periode 2023-2030 berfokus pada percepatan eliminasi kanker leher rahim.
Penulis: Redaksi Mediakom