Penyelidikan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi di Sritex berpotensi membongkar penyebab pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut mengalami kebangkrutan. Menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, langkah Kejagung untuk mengusut kasus ini diyakini akan mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan pabrik tersebut bangkrut. Penyalahgunaan fasilitas kredit senilai Rp3,6 triliun yang diberikan oleh bank-bank pemerintah diyakini menjadi sorotan dalam penyelidikan tersebut.
Hibnu menjelaskan bahwa penanganan kasus ini merupakan kesempatan untuk memahami alasan di balik kejatuhan perusahaan sebesar Sritex. Apakah kebangkrutan itu benar-benar akibat faktor internal perusahaan atau ada praktik-praktik tidak wajar yang menyebabkan kegagalan tersebut. Dia menekankan pentingnya penggunaan fasilitas kredit untuk keperluan yang seharusnya, yaitu untuk memperkuat keberlangsungan korporasi, bukan untuk kepentingan pribadi atau tujuan yang tidak sesuai.
Selain itu, Hibnu meyakini bahwa upaya Kejagung dalam mengusut kasus ini akan memberikan pembelajaran berharga bagi korporasi lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan fasilitas kredit perlu ditingkatkan guna mencegah kemungkinan penyalahgunaan yang dapat berdampak buruk pada keberlangsungan perusahaan. Langkah-langkah yang diambil dalam kasus ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi korporasi lain untuk selalu menjalankan prinsip-prinsip transparansi dan integritas dalam menjalankan bisnisnya.