Kasus suap penanganan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan Hakim Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharuddin, dan Djuyamto tengah menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka, dengan dugaan menerima suap sebesar Rp22,5 miliar dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta. Para tersangka saat ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejagung dalam rangka menunggu proses peradilan.
Ali Muhtarom, seorang Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat, memiliki sejarah karier yang panjang. Namun, kehadirannya dalam kasus suap ini telah mencoreng reputasinya. Sebelumnya, Ali Muhtarom juga terlibat dalam mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong sebelum digantikan oleh Hakim Alfis Setyawan. Total suap yang diduga diterima oleh Ali Muhtarom, Djuyamto, dan Agam Syarief mencapai Rp60 miliar, terkait dengan putusan bebas tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan industri kelapa sawit.
Profil harta kekayaan Ali Muhtarom menunjukkan bahwa dia memiliki aset senilai Rp1,3 miliar, termasuk tanah, bangunan, alat transportasi, serta aset bergerak lainnya. Namun, keberhasilan karirnya ternoda oleh dugaan keterlibatan dalam praktik suap, yang tidak hanya merusak integritas pribadi, tapi juga melecehkan institusi peradilan. Kasus ini menunjukkan pentingnya integritas dan kejujuran dalam menjalankan tugas sebagai seorang hakim.