Konflik antara Palestina dan Israel tidak hanya merupakan masalah geopolitik, tetapi juga tragedi kemanusiaan yang rumit. Gencatan senjata yang sering kali dilanggar oleh serangan Israel menghasilkan penderitaan yang multidimensional bagi masyarakat Palestina. Respons dari masyarakat global terhadap konflik ini beragam, dari mekanisme diplomasi hingga solidaritas kemanusiaan lintas negara. Namun, terdapat pula respons emosional yang impulsif dan reaktif, yang dapat berujung pada aksi-aksi yang kontraproduktif. Di tengah arus informasi yang tidak terverifikasi, disinformasi dan propaganda menjadi instrumen utama dalam pembentukan opini publik yang berdampak pada realitas yang semu.
Indonesia, sebagai negara Pancasila dan menganut prinsip perdamaian universal, diharapkan dapat merespons situasi ini dengan bijaksana. Solidaritas terhadap Palestina tidak harus melalui cara militan, namun lebih pada diplomasi kemanusiaan dan edukasi publik yang mengedepankan nilai harmoni dan toleransi. Konsep jihad dalam dimensi spiritual, seperti jihad melawan hawa nafsu, dapat menjadi pedoman untuk melawan radikalisasi yang terus tumbuh dalam masyarakat. Melalui perpaduan pendekatan spiritual, humanistik, dan literasi digital kritis, diharapkan Indonesia dapat membangun solidaritas konstruktif yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan.
Harmoni sosial yang sejati tidak dapat dicapai melalui satu pendekatan tunggal, melainkan melalui sinergi antara berbagai pendekatan yang terintegrasi dengan baik. Bagi Indonesia, ini merupakan kesempatan untuk tidak hanya berperan sebagai negara yang peduli terhadap isu global, namun juga sebagai contoh dalam merespons konflik global secara adil, rasional, dan beradab.