Kehidupan kuliner masyarakat Nusantara pada masa Kerajaan Majapahit (1293–1527 M) menjadi hal menarik untuk diselidiki. Pada masa tersebut, tidak ada kebiasaan mengonsumsi cabai merah atau cabai rawit seperti yang biasa kita nikmati sekarang. Rempah lokal seperti cabe jawa (Piper retrofractum), lada hitam, jahe, dan andaliman menjadi sumber kepedasan utama sebelum cabai modern (Capsicum annuum dan Capsicum frutescens) masuk ke Nusantara. Meskipun status cabe jawa tidak sepopuler cabai modern, potensinya masih ada dalam industri jamu dan farmasi. Diperlukan strategi pengembangan yang tepat, inovasi produk, dan regenerasi petani untuk memperkuat pasar cabe jawa. Potensi cabe jawa dalam dunia modern terbuka lebar, terutama dengan tren kembali ke bahan alami dan jamu tradisional yang semakin meningkat. Kandungan piperine dalam cabe jawa juga memiliki potensi dalam penelitian terapi kanker dan peningkatan imunitas tubuh. Namun, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan cabe jawa, seperti kurangnya modal dan akses kredit bagi petani, keterbatasan air, dan kendala dalam inovasi pengolahan produk. Strategi yang terintegrasi, seperti peningkatan akses modal, diversifikasi produk, dan edukasi pertanian bagi generasi muda, diperlukan untuk mengembalikan kejayaan cabe jawa dalam industri jamu, farmasi, dan makanan sehat.
Peluang Cabe Jawa dalam Era Kontemporer

Published: