Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah yang diduga merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Pertamina Patra Niaga diduga mengabaikan pasokan minyak dalam negeri dengan berbagai alasan.
Tersangka dalam kasus ini termasuk Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama dengan Direktur Optimasi Feedstock dan Produk, Sani Dinar Saifuddin, serta Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, Yoki Firnandi, yang dikatakan telah mengadakan rapat untuk memutuskan impor minyak mentah. Menurut Qohar, ada dugaan perbuatan jahat antara para tersangka sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang telah diatur sebelumnya.
Riva diduga mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90, padahal dalam kesepakatan pembayarannya tertulis pembelian RON 92. Hal ini menjadi salah satu poin yang bertentangan dengan ketentuan yang ada. Selain itu, tersangka juga diduga melakukan mark up kontrak shipping yang dilakukan oleh tersangka Yoki, sehingga negara harus mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen.
Selama kebutuhan minyak dalam negeri sebagian besar diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP atau harga indeks pasar menjadi lebih tinggi sehingga berdampak pada subsidisasi bahan bakar minyak oleh APBN setiap tahunnya. Selanjutnya, tersangka M Kerry Andrianto Riza, selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, juga diduga mendapatkan keuntungan dari praktik korupsi yang terjadi.