Home Berita Geert Wilders, Calon Perdana Menteri Belanda yang Berdarah Sukabumi Tetapi Anti Islam

Geert Wilders, Calon Perdana Menteri Belanda yang Berdarah Sukabumi Tetapi Anti Islam

0

Geert Wilders, pemimpin partai PVV yang baru saja memenangkan pemilu Belanda pekan ini, dikenal sebagai politikus sayap kanan dan anti Islam serta pendatang. Calon Perdana Menteri Belanda ini rupanya memiliki darah Indonesia dari jalur ibunya, bukan asli Eropa. Profil Geert Wilders, yang nyentrik dengan rambut perak klimis, menarik sejak muncul di perpolitikan Belanda pada akhir 1990an. Sejatinya, Wilders yang berdarah Sukabumi, berambut cokelat. Ia mengecat rambutnya demi citra sebagai pribumi Eropa, yang menolak para imigran. Wilders juga menyebut Islam sebagai ideologi terbelakang, menyamakan Nabi Muhammad dengan Hitler dan membuat Muslim gerah dengan film Fitna pada 2008. Sejak saat itu, Wilders dijaga ketat 24 jam oleh polisi agar keamanannya terjamin.

Pengaruh Indonesia Wilders tumbuh di Venlo, kota kecil di selatan Belanda yang berbatasan dengan Jerman. Kota itu dikenal miskin dan didominasi warga beragama Katolik. Meski demikian, Venlo memiliki komunitas yang lebih hangat dan erat, dibandingkan dengan wilayah utara Belanda yang individualis. Politikus yang lahir pada 1963 itu merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Meski kini mengaku sebagai agnostik, ia tumbuh dalam keluarga Katolik. Ayahnya, Johannes Henricus Andreas Wilders, pegawai di perusahaan lokal dan berasal dari Limburg, provinsi paling selatan Belanda. Dalam berbagai penampilan di publik, Wilders sering kali membanggakan Limburg, sebagai provinsi paling indah. Ia juga sering tampil dan berbicara dengan bangga dalam bahasa Limburg, turunan dari bahasa Jerman dan Belanda.

Sementara soal ibunya, Maria Anne Ording, Wilders tak banyak bicara. Maria, merupakan putri dari Johan dan Johanna Ording. Johan, kakek Wilders, adalah pegawai negeri Belanda di Jawa Timur dan Sukabumi. Sementara Johanna putri dari keluarga Indo – Yahudi bermarga Meijer yang cukup terkenal di Hindia Belanda. Ibu Johanna Wilders diyakini merupakan perempuan lokal Sukabumi, sementara ayahnya berdarah Yahudi. Pengalaman hidup Johanna yang lebih enak di Indonesia sangat kuat dalam keluarga besar Wilders. Paul Wilders, abang Geert, dalam sebuah wawancara dengan Politico pada 2009 silam, mengenang sang nenek sering menyajikan masakan “Tempoe Doeloe” dalam acara-acara besar.

Van Leeuwen, yang meneliti catatan khusus soal Johan Ording di arsip-arsip Belanda dari era kolonial, menduga Wilders tumbuh dalam suasana ketidakpuasan komunitas Indo yang tidak terima Indonesia merdeka. Mereka merasa tidak diterima di Belanda, negeri yang sungguh asing setelah lahir dan besar di Indonesia. Menurut Van Leeuwen, 1 dari 5 orang Hindia Belanda yang pulang ke Belanda, akhirnya memutuskan untuk merantau kembali ke Amerika, Kanada atau Australia. Sementara mereka yang bertahan bergabung dengan organisasi dan partai politik konservatif, yang mengagungkan nasionalisme, keunggulan budaya dan kesetiaan pada Kerajaan Belanda.

Wilders mengawali kariernya di politik dengan menjadi asisten Frits Bolkestein, Ketua Partai Kebebasan dan Demokrasi (VVD). Bolkestein lahir dari ibu yang lahir di Indonesia. VVD dikenal sebagai salah satu partai yang menentang penyerahan Papua ke Indonesia pada dekade 1950an. Pada 1997 Wilders berhasil menjadi anggota dewan lokal Utrecht. Pada momen yang sama ia mulai bersuara menentang arus imigran Turki di Utrecht. Saat itu ia mulai bertransformasi. Ia mengambil kursus media, melatih dialek Limburg yang kelak jadi ciri khasnya dan bahkan mengecat rambutnya yang coklat menjadi perak. Ia mulai mencuri perhatian saat terpilih sebagai anggota parlemen pada 1998 dari VVD. Jangkung dan berambut perak, ia menarik perhatian media. Tetapi adalah pidatonya dan aksinya yang sering berseberangan dengan kebijakan partai yang membuatnya kemudian terus disorot.

Anti Islam Wilders mengatakan ia mengambil sikap anti Islam sejak sutradara kontorversial Belanda, Theo van Gogh tewas dibunuh seorang Muslim Belanda keturunan Maroko pada 2002 lalu. Tetapi pengalamannya dengan Islam sudah dimulai sejak muda. Pada awal 1980an, setelah lulus sekolah menengah, ia pernah berkelana di Timur Tengah. Ia pergi ke Mesir, Suriah, Iran dan Israel. Di Israel, ia sempat tinggal lebih dari setahun di kibutz yang berbatasan dengan Yordania. Pengalamannya tinggal di Israel itu memberinya kesan negatif terhadap Islam dan menumbuhkan rasa cinta pada Israel, negara yang disebutnya mercusuar demokrasi di kegelapan Timur Tengah. Pada 2006, Wilders mendirikan partai PVV karena tidak puas dengan VVD. Ada tiga peristiwa, menurut Politico, yang membuat Wilders memutuskan untuk mendirikan partai yang dalam manifestonya terang-terangan anti Islam serta imigran.

Salah satu kontroversi yang dibuat Wilders adalah saat ia memproduksi film pendek Fitna pada 2008. Film berdurasi 17 menit dinilai menghina Islam dan memicu gelombang demonstrasi di berbagai negara Muslim, termasuk di Indonesia. Sementara dalam program PVV dalam pemilu ini, dengan tegas dijelaskan bahwa partai akan “mengurangi Islamisasi” di Belanda. Caranya dengan mengurangi kebijakan pemberian suaka dan menutup arus masuk imigran ke Belanda. Partai itu juga pelarangan jilbab di kantor dan gedung pemerintahan Belanda. Sementara soal imigrasi, selain menutup dan memperketat kebiakan imigrasi, Wilders mengatakan akan memulangkan para pencari suaka Suriah yang mendapat izin tinggal sementara di Belanda. Sementara pengungsi yang mengantongi izin tinggal akan kehilangan izin mereka jika pergi berlibur ke negara asal mereka. Selain itu, jumlah pelajar asing di Belanda juga akan dibatas – kebijakan yang diduga akan berpengaruh pada Indonesia yang memiliki pelajar dalam jumlah cukup besar di Belanda.

Meski demikian Geert Wilders belum bisa dipastikan berhasil mengunci kursi Perdana Menteri Belanda. PVV dalam pemilu pekan ini meraih 37 dari 150 kursi parlemen. Agar bisa berkuasa, partai itu butuh minimal 39 kursi lagi dan karenanya harus berkoalisi dengan partai lain. Pemimpin partai VVD dan NSC, yang masing-masing meraih 20 dan 24 suara, mengatakan membuka peluang koalisi dengan Wilders. Sementara koalisi Partai Buruh/Hijau, yang meraih suara terbanyak kedua, sudah menegaskan tidak tertarik bergabung dengan Wilders. Geert Wilders sendiri mengatakan mengincar kursi perdana menteri dan berjanji akan menjadi pemimpin untuk semua warga Belanda.

Exit mobile version