Jerman mendapatkan kritik dari sejumlah pihak atas sikapnya yang lebih memilih mendukung Israel ketimbang Palestina. Sebabnya, Jerman menjadi salah satu negara yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) saat Ukraina diserang Jerman.
Kritikan itu dilancarkan oleh para kritikus karena melihat sikap Jerman yang memilih berada di belakang Israel. Jerman hingga saat ini menolak adanya gencatan senjata di Gaza. Alih-alih meminta untuk dihentikan, Jerman malah terus memberikan dukungan terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza. Padahal, agresi Israel itu telah menelan 11 ribu korban jiwa termasuk anak-anak.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock mengklaim memahami atas dampak dari agresi Israel di mana banyak warga Palestina tak bersalah yang menjadi korban. Akan tetapi, pihaknya ragu gencatan senjata bisa dilakukan. Jerman merasa tidak yakin gencatan senjata bisa menguntungkan Israel atau pun membantu membebaskan para sandera. “Saya benar-benar memahami situasi yang mengerikan ini, di mana anak-anak, perempuan, ibu, keluarga yang tidak bersalah tidak hanya sangat menderita, tetapi mereka juga sekarat. Namun, dorongan saja tidak cukup untuk membantu masyarakat benar-benar menjamin keamanan dan perdamaian,” kata Baerbock dikutip Suara.com melalui Antara, Selasa (14/11/2023).
Atas keraguannya tersebut, Jerman serta negara Eropa lainnya justru mendukung adanya jeda kemanusiaan. Jeda kemanusiaan yang dimaksud ialah dengan memberikan ruang sementara waktu agar bantuan bisa tersalurkan kepada warga sipil. Jerman menjadi negara yang memberikan dukungan terhadap Isarel sedari awal konflik meletus. Bukan tanpa sebab Jerman memberikan dukungan tersebut. Baerbock lantas mengungkapkan alasan di balik dukungan Jerman terhadap Israel. Menurutnya, Jerman memiliki hutang budi terhadap Israel. Hutang budi yang dimaksud ialah ketika orang-orang Yahudi belum menjadi korban atas kekejian Nazi selama Perang Dunia II.