22.9 C
New York

Menangisnya Menantunya Dilantik Menjadi KASAD, Inilah Kata-kata Luhut tentang Pahitnya Kariernya di TNI AD

Published:

Luhut Binsar Pandjaitan tak mampu menahan air mata saat melihat menantunya Jenderal Maruli Simanjuntak dilantik sebagai KASAD oleh Presiden Jokowi pada hari ini.

Sedang sakit, Luhut meninggalkan Singapura tempat ia dirawat selama hampir 2 bulan terakhir untuk menyaksikan Maruli dilantik. Ia hadir dengan setelan jas yang tampak kebesaran. Peci hitam tak mampu menyembunyikan rambutnya yang memutih.

Peristiwa ini memang pantas dirayakan Luhut. Pensiun dengan bintang tiga di pundak, karier Luhut di TNI tak begitu gemilang. Punya mimpi jadi panglima, Luhut dalam beberapa kesempatan mengungkap kepahitan dalam kariernya di TNI. Berprestasi tapi disingkirkan.

“Pak Luhut dulu juga punya cita-cita jadi KASAD, cuma sekarang cukup mantunya sajalah,” seloroh Maruli, dengan pundak berhiaskan empat bintang emas, kepada wartawan usai dilantik di Istana Negara.

Luhut sendiri mengakui kariernya di TNI dihancurkan dalam sebuah refleksi di Facebook pada Juli 2019 lalu. Refleksi itu ia tulis usai berziarah ke makam Jenderal Benny Moerdani, tokoh yang ia akui sebagai salah satu mentornya.

“Ketika Pak Benny pensiun, saya menerima konsekuensi karena jadi golden boy Pak Benny. Tidak jadi Danjen Kopassus, tidak jadi Kasdam atau Pangdam,” tulis Luhut.

“Saya terima itu dengan besar hati. Bagi saya itu harus dibayar sebagai akibat kesetiaan yang tegak lurus. Saya bangga mampu menjalankan nilai-nilai yang diturunkan Pak Benny,” lanjut perwira yang lama berkarier di Komando Pasukan Khusus tersebut.

Luhut mengawali perjalanannya di TNI dari Akademi Militer. Ia lulus sebagai tamatan terbaik pada 1970. Selepas itu, ia masuk Kopassus.

Dalam refleksinya Luhut mengaku mulai berkenalan dekat dengan Benny saat pangkatnya Mayor di sekitar dekade 1980an. Adalah Benny yang menunjuk Luhut dan Prabowo Subianto – yang saat itu berpangkat Kapten – ke Jerman Barat untuk belajar tentang pasukan anti-teror.

Saat di Jerman, Luhut mengaku sering ditelepon langsung oleh Benny yang bertanya secara detil tentang kemajuan pendidikan mereka.

“Ia tidak malu menelepon saya dan mengajukan pertanyaan yang mendetail,” kenang Luhut.

Sepulangnya dari Jerman, Luhut dan Prabowo membangun Detasemen 81. Luhut juga menjadi pemimpin satuan elit di Kopassus tersebut, dengan Prabowo sebagai wakilnya.

Pada 1985, Luhut juga merintis pembangunan intelijen teknis di Detasemen 81. Satuan ini, yang dikenal dengan nama sandi Charlie, dalam situs resmi Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan disebut sebagai proyek creme de la creme TNI – yang terbaik dari yang terbaik.

Tetapi ketika hubungan Benny dan Presiden Soeharto merenggang pada 1988, karier Luhut juga meredup. Sempat menduduki jabatan Danrem 081/Dhirotsaha Jaya pada awal 1990an dengan pangkat kolonel, bintang Luhut justru semakin pudar di TNI AD.

Saat memanggul satu bintang di pundak, Luhut ditugaskan sebagai Wakil Komandan Pusat Persenjataan Infanteri, lalu sebagai Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri TNI-AD pada periode 1996 -1997 dan akhirnya di penghujung karier menjabat sebagai Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal.

Sebagai pembanding, juniornya Prabowo sudah menjabat sebagai Danjen Kopassus pada 1995 dan Pangkostrad pada 1998. Prabowo sendiri ketika itu adalah menantu Soeharto.

Luhut, dalam renungannya yang lain di Facebook pada Juni 2019, menggambarkan kepahitan yang dialaminya di TNI AD. Renungan itu dicurahkannya saat putranya Paulus Simanjuntak merampungkan pendidikan Seskoad di Amerika Serikat.

Sama seperti Luhut, Paulus juga seorang Kopassus. Tapi bedanya, Paulus tidak melewati jalur Akmil seperti sang ayah, tetapi via Sekolah Perwira Prajurit Karier (Sepa PK).

Luhut bercerita tentang pahitnya pengalaman di TNI AD saat mengenang ia menentang cita-cita Paulus masuk tentara kala baru lulus SMA.

“Saya tahu bahwa saya sangat keras menentang kemauannya sampai dia menangis pada ibunya. Tapi saya tetap bersikukuh supaya Paulus menjadi sarjana saja,” kenang Luhut dalam refleksinya itu.

“Di balik itu sikap tegas itu sebenarnya saya menyimpan rasa sedih yang mendalam untuk anak saya. Kau masuk tentara mau diapain kau nanti? Bahwa seberapa keras pun bekerja, seberapa hebatnya pun prestasi, saya tidak pernah mencapai puncak karir di lingkungan TNI. Tidak pernah jadi Kasdam, Pagdam atau Danjen Kopassus,” tulis Luhut dalam refleksinya itu.

“Sebagai seorang ayah saya tidak mau melihat dia nanti mengalami kesusahan yang pernah saya alami sebagai tentara. Maka kemudian saya berpikir, menjadi pengusaha atau politisi adalah jalan yang lebih baik untuk Paulus,” beber Luhut.

Belakangan Paulus merampungkan pendidikan sarjana di UPH, sebelum masuk TNI lewat jalur Sepa PK.

Kini setelah menantunya Maruli Simanjuntak dilantik menjadi KASAD, tangis haru dan senyuman Luhut Binsar Pandjaitan lebih mudah dipahami.

Setelah menghadiri pelantikan menantunya itu, Luhut kabarnya akan kembali ke Singapura untuk melanjutkan pemulihannya.

Related articles

Recent articles