Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 akan segera dilaksanakan di Indonesia. Politisasi agama masih menjadi perhatian utama bagi suksesnya pesta demokrasi di negara ini. Peneliti Komunikasi Politik, Effendi Gazali menekankan pentingnya waspada terhadap politisasi agama pada masa Pilkada 2024 yang akan berlangsung bersamaan pada 27 November 2024. Fenomena tersebut dianggap berisiko karena bisa mengganggu kerukunan, persatuan, dan stabilitas politik di Indonesia. Effendi mengingatkan bahwa penggunaan agama sebagai alat politik sering kali mengarah pada distorsi pesan keagamaan yang seharusnya netral, dan hal ini dapat membuat orang terjebak pada pandangan tertentu yang dianggap sebagai kebenaran absolut.
Menurut Effendi, politisasi agama merupakan strategi komunikasi politik yang tinggi, dimulai dari interaksi personal dan berkembang dengan komunikasi internal yang dapat melemahkan pertahanan batin seseorang. Salah satu ciri politisasi agama adalah klaim penderitaan dan ketidakadilan yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama, yang sulit untuk diperangi di era informasi yang terbuka seperti sekarang. Effendi menyarankan agar nilai-nilai kebangsaan dan agama tetap diungkapkan secara sejuk dalam ruang politik, serta pentingnya membangun narasi positif dan diskusi yang berimbang terhadap narasi negatif politisasi agama yang tersebar.
Lebih lanjut, Effendi menegaskan perlunya peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menjaga stabilitas sosial dan memperkuat persatuan bangsa. Ia juga menekankan pentingnya mendidik generasi muda agar lebih peka terhadap bahaya politisasi agama dalam ranah politik, dengan media sosial menjadi kunci utama dalam proses tersebut. Effendi menegaskan bahwa diskusi, edukasi, dan keterlibatan tokoh-tokoh penting masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan politik yang sehat dan berbudaya di Indonesia.