Belakangan ini, pertanyaan publik mengenai prioritas iring-iringan mobil jenazah saat melintas di jalan semakin meningkat. Hal ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat terkait etika berlalu lintas dan aturan yang berlaku. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa kendaraan prioritas di jalan raya ada tujuh, di mana iring-iringan mobil jenazah menduduki peringkat keenam. Namun, hak untuk melanggar rambu lalu lintas, seperti lampu merah, hanya berlaku jika diiringi oleh petugas kepolisian dengan menggunakan isyarat khusus seperti lampu rotator atau sirene.
Penjelasan selanjutnya mengenai urgensi iring-iringan jenazah di jalan raya, menekankan bahwa meskipun menjadi prioritas, tidak sama pentingnya seperti ambulans yang mengangkut pasien. Beberapa ahli mengatakan bahwa kecepatan rombongan jenazah tidak serta-merta berhubungan dengan keselamatan, namun lebih berkaitan dengan efisiensi waktu pemakaman atau adat istiadat keluarga. Oleh karena itu, di luar aspek hukum, memberi jalan kepada iring-iringan jenazah menunjukkan rasa empati dan penghormatan terhadap kepergian almarhum.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa meskipun mendapat prioritas, pengantar jenazah tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara paksa atau meresahkan pengguna jalan lain. Kepolisian memiliki kewenangan untuk mengatur lalu lintas bagi kendaraan prioritas, dan melanggar aturan tersebut dapat dikenai sanksi pidana. Dengan demikian, keselamatan dan ketertiban lalu lintas harus tetap menjadi prioritas utama, meskipun memberi jalan sebagai bentuk penghormatan bagi iring-iringan jenazah.
