19.6 C
New York

Strategi Rantai Pasok Hijau: Keuntungan Investasi

Published:

Memastikan kelangsungan hidup bumi memang bukan perkara mudah. Data dari Copernicus Climate Change Service (C3S) pada 15 Maret 2025 menunjukkan bahwa suhu rata-rata global telah mencapai 14,08 derajat Celsius. Angka tersebut melebihi rata-rata suhu bumi selama 30 tahun terakhir sebesar 0,7 derajat Celsius dan 1,6 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Dengan Perjanjian Paris menetapkan target pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celsius dari masa pra-industri untuk meminimalkan dampak bencana iklim yang mengerikan.

Salah satu tantangan utama dalam menjaga pemanasan global adalah meningkatnya emisi karbon dioksida. Meskipun komitmen global untuk menurunkan emisi sebesar 45% pada tahun 2030 telah dibuat, kendala dalam mencapai target tersebut tetap ada. Di Indonesia misalnya, sektor logistik diketahui menyumbang 36% dari total emisi industri nasional. Oleh karena itu, manajemen rantai pasok yang berkelanjutan menjadi sangat penting dalam menghadapi tekanan global untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.

Isu manajemen rantai pasok semakin penting mengingat kecenderungan industri dalam bergantung pada sistem logistik konvensional yang tidak ramah lingkungan. Namun, masih banyak perusahaan yang enggan beralih ke praktik rantai pasok yang lebih hijau karena dianggap biayanya terlalu tinggi. Regulasi lingkungan di negara-negara maju seperti Uni Eropa telah mendorong perusahaan untuk melakukan perubahan dalam rantai pasok mereka atau menghadapi sanksi pajak karbon yang signifikan.

Penerapan manajemen rantai pasok berkelanjutan tentu memerlukan investasi awal yang signifikan. Namun, dalam jangka panjang, penghematan yang bisa didapat dari penggunaan energi yang lebih efisien dan pengurangan limbah operasional dapat mencapai 15 hingga 25 persen per tahun. Berbagai studi kasus menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan logistik hijau berhasil menghemat biaya operasional dalam skala yang signifikan.

Meskipun tantangan tetap ada, langkah-langkah untuk menerapkan manajemen rantai pasok berkelanjutan di Indonesia harus segera diambil. Regulasi yang mendukung, infrastruktur yang memadai, dan kesadaran perusahaan akan keberlanjutan menjadi kunci dalam menangani isu ini. Selain itu, adopsi teknologi ramah lingkungan seperti truk listrik dan kereta barang berbasis energi terbarukan juga dapat membantu mengurangi emisi karbon dalam rantai pasok industri.

SCM berkelanjutan sudah tidak hanya sebagai tren, melainkan sebagai kebutuhan mendesak. Perusahaan yang tidak segera beradaptasi dengan praktik ini dapat kehilangan daya saing dan terkena dampak negatif dari regulasi global yang semakin ketat. Investasi dalam rantai pasok yang lebih hijau bukan hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk keberlanjutan ekonomi nasional. Menyesuaikan diri dengan praktik SCM berkelanjutan bukanlah pilihan, melainkan keharusan untuk menghadapi tantangan global yang semakin berat.

Source link

Related articles

Recent articles