8.6 C
New York

Reformasi Kebijakan Swasembada Pangan dan Energi: Peluang Terbaru

Published:

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai kedaulatan pangan dan energi di tengah ketidakpastian global. Krisis pangan yang dipicu oleh perubahan iklim, degradasi lahan pertanian, dan ketergantungan pada impor membuat negeri ini rentan terhadap fluktuasi harga dan kelangkaan bahan pokok. Di sisi lain, ketergantungan terhadap energi fosil memperumit upaya transisi menuju sumber energi yang lebih berkelanjutan. Situasi ini menuntut langkah konkret dan strategi komprehensif agar Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dan energi sebagai pilar utama kemandirian bangsa.

Dalam konteks ini, visi Asta Cita Prabowo Subianto hadir sebagai panduan strategis untuk mewujudkan ketahanan nasional yang lebih kuat. Salah satu misinya adalah memastikan ketersediaan pangan dan energi dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Swasembada pangan tidak hanya sekadar meningkatkan produksi, tetapi juga mengintegrasikan teknologi modern dan kebijakan yang berpihak pada petani. Pemerintah berencana mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian melalui sistem lumbung pangan di berbagai tingkat—desa, daerah, hingga nasional—dengan target tambahan 4 juta hektare lahan panen pada 2029.

Mewujudkan swasembada pangan bukan sekadar ambisi, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan stabilitas ekonomi dan sosial. Program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian di berbagai wilayah menjadi solusi yang akan diterapkan secara efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada keterlibatan petani, dukungan infrastruktur pertanian, serta jaminan distribusi yang efisien.

Tidak hanya pangan, energi juga menjadi prioritas utama dalam strategi kemandirian nasional. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam energi hijau dunia melalui pemanfaatan sumber daya alamnya. Pengembangan biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit, bioetanol dari tebu dan singkong, serta energi terbarukan dari angin, matahari, dan panas bumi menjadi bagian dari roadmap besar menuju kemandirian energi. Dengan pemanfaatan teknologi yang tepat, Indonesia optimistis dapat mencapai program biodiesel B50 dan campuran etanol E10 pada 2029.

Selain itu, keberlanjutan ketersediaan air juga menjadi perhatian utama dalam strategi ini. Manajemen air yang baik diperlukan untuk memastikan ketersediaannya saat musim kemarau dan mencegah bencana saat musim hujan. Pembangunan infrastruktur irigasi yang modern dan optimalisasi tata kelola air menjadi langkah kunci untuk mencapai target ini. Langkah strategis lain yang diusung adalah menjamin ketersediaan pupuk, benih, dan pestisida langsung ke petani. Produksi pangan yang optimal tidak bisa dilepaskan dari akses petani terhadap sarana produksi yang berkualitas. Pemerintah akan memastikan bahwa kebutuhan mendasar ini dapat dijangkau oleh petani tanpa kendala distribusi dan harga yang membebani.

Di tengah pertumbuhan populasi global yang diperkirakan mencapai 10 miliar jiwa pada 2050, tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan semakin besar. Dibutuhkan tambahan 56% produksi pangan dengan luas lahan yang setara dua kali lipat negara India. Oleh karena itu, modernisasi pertanian dan efisiensi dalam penggunaan lahan menjadi hal yang tidak bisa ditunda.

Selain swasembada pangan, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam mencapai swasembada energi di tengah ketergantungan tinggi pada energi fosil. Transformasi energi ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin dalam energi baru dan terbarukan, terutama energi berbasis bahan nabati. Langkah-langkah strategis ini, secara tidak langsung, tidak hanya diarahkan pada pencapaian swasembada energi, tetapi juga memposisikan Indonesia sebagai pemimpin dalam revolusi energi hijau global. Sinergi antara regulasi yang mendukung, investasi yang kuat, serta inovasi teknologi akan menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai superpower energi hijau.

Related articles

Recent articles