Mendukbangga Wihaji memberikan keterangan kepada media setelah rapat koordinasi khusus dengan Pemerintah Provinsi NTT dan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskinan di NTT mencapai 19,48% pada Maret 2024, menjadikannya salah satu dari tiga provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Selain itu, NTT juga memiliki tingkat stunting tertinggi kedua di Indonesia, yaitu sebesar 37%.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah, melalui Kemendukbangga/BKKBN, memulai program kolaboratif lintas kementerian dan lembaga sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 dan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 mengenai penanggulangan kemiskinan ekstrem dan stunting. Pada tanggal 13 Januari 2025, Kemendukbangga mengadakan rapat koordinasi khusus dengan Pemerintah Provinsi NTT, Kemenkes, Kemensos, Kemendes PDT, Mendiktisaintek, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta BGN. Selain itu, dua perguruan tinggi, UB dan UMM, juga terlibat dalam upaya ini.
Mendukbangga Wihaji menekankan pentingnya sinergi antarinstansi dalam mengatasi masalah ini. Program di NTT akan difokuskan pada pendekatan berbasis data riil per keluarga, penguatan ketahanan pangan lokal, diversifikasi pangan, dan pemberdayaan UMKM. Langkah-langkah cepat seperti Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) dan Taman Asuh Anak (Tamasya) menjadi prioritas implementasi program.
Diharapkan, melalui kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, permasalahan kemiskinan dan stunting di NTT dapat diatasi secara berkelanjutan. Optimalisasi data demografi dan penguatan potensi lokal menjadi harapan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.