11 C
New York

Peringati 28 Tahun Tragedi Kudatuli, Hasto Ajak Kader PDIP Gali Pemikiran Megawati

Published:

loading…

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa kantor partai di Jalan Diponegoro ini menjadi saksi sejarah dan keteguhan seorang Megawati Soekarnoputri dalam menghadapi tekanan pemerintahan Orde Baru. Foto/SINDOnews

JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa kantor partai di Jalan Diponegoro ini menjadi saksi sejarah dan keteguhan seorang Megawati Soekarnoputri dalam menghadapi tekanan pemerintahan Orde Baru. Hal ini disampaikannya dalam gelaran peringatan Kudatuli dengan melakukan diskusi bertajuk “Kami Tidak Lupa” di kantor pusat partai di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2024).

Hasto menyebut peristiwa penyerangan kantor partai oleh aparat pada 27 Juli 1996 menjadi titik awal gerakan Reformasi untuk menumbangkan keotoriteran Presiden Soeharto. Hasto juga menyakini dengan menggali seluruh pemikiran Megawati akan mendapati intisari perjuangan bersama rakyat.

“Bukan sekadar peristiwa penyerangan kantor 27 Juli, tapi latar belakangnya dan mengapa seorang Megawati punya konsistensi dan keberanian yang luar biasa,” ujar dia.

Karena itulah di Kantor DPP PDIP, kata dia, menjadi saksi sejarah. Peringatan ini diawali dengan diskusi guna menggali seluruh pemikiran-pemikiran yang melandasi mengapa Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri di era Orde Baru selalu konsisten menyuarakan suara rakyat.

“Agar suara-suara rakyat yang saat itu terbungkam, agar suara-suara rakyat yang saat itu tidak berani berbicara dapat berani berbicara, apa yang menjadi landasan sikap tegar dari Ibu Mega ini yang harus kita pikirkan,” paparnya.

Hasto pun menegaskan sikap keteguhan Megawati bersama rakyat arus bawah menjadi suatu gerak kemerdekaan untuk berani bersuara, termasuk pers untuk berani bersuara dengan kebebasan pers.

Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan bahwa jati diri PDIP itu berasal dari perjuangannya. Maka, penyerbuan Kantor PDI pada 27 Juli 1996 pada dasarnya bukanlah sekadar serangan terhadap bangunan fisik.

“Ia adalah serangan terhadap peradaban demokrasi, serangan terhadap sistem hukum, serangan terhadap kemanusiaan dan serangan terhadap lambang kedaulatan partai berupa kantor partai,” tegas Hasto.

Sementara, Hasto menyampaikan bahwa dirinya juga telah melaporkan kegiatan diskusi Kudatuli ini langsung kepada Megawati. Dalam pertemuan itu, Hasto mengatakan, seluruh rangkaian acara diskusi Kudatuli ini sama dengan peringatan pada 9 tahun yang lalu. Namun yang membedakannya adalah suasana kebatinan yang berbeda di 9 tahun lalu dan hari ini.

“Seperti yang disampaikan Bung Wilson tadi. Karena alam. Yang tadi dikatakan Bung Wilson ini sepertinya ada Neo Orde Baru Jilid Kedua, betul? Itu tadi kesimpulan dari Bung Wilson. Jadi aromanya ini berbeda, suasana kebatinannya yang semakin menunjukkan bagaimana penyalahgunaan kekuasaan nampaknya semakin menunjukkan kemiripan dari apa yang menjadi setting latar belakang peristiwa 27 Juli 1996 tersebut,” tutur Hasto.

(kri)

Source link

Related articles

Recent articles