Bidan desa kadang harus mengerjakan tugas-tugas melampaui tugasnya sebagai bidan, seperti menangani pasien yang mengalami hipertensi. Banyak suka-dukanya.
Menjadi seorang bidan bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi bagi bidan yang ditempatkan atau bertempat tinggal di satu desa dalam wilayah kerja pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai jaringan pelayanan puskesmas atau biasa disebut dengan bidan desa. Pelayanan bidan di desa sedikit berbeda dengan peran bidan pada umumnya membantu proses persalinan.
Peran bidan di masyarakat antara lain adalah melakukan pemeriksaan semasa kehamilan, termasuk memantau kesehatan dan psikis ibu semasa hamil; menyediakan layanan konsultasi keluarga berencana; konsultasi mengenai makanan bergizi, obat-obatan, dan vitamin yang dapat ibu konsumsi; memberikan pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan, persalinan, dan perawatan bayi; serta membantu ibu hamil merencanakan kehamilan dan memberikan pendampingan untuk menguatkan emosi dalam proses persalinan.
Indah Permata Rivai telah menjadi bidan desa selama hampir lima tahun di Desa Awota, Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Bidan Indah, begitu masyarakat sekitar memanggilnya, mengakui bahwa dia tidak hanya melayani ibu hamil tetapi juga menjalankan peran tenaga kesehatan lain, seperti dokter, perawat, maupun apoteker.
Banyaknya kasus kesehatan yang terjadi dan tidak adanya dokter dan perawat di desa itu mengharuskan Indah harus serba bisa dalam menangani masalah penyakit umum, seperti mengobati orang sakit demam, luka akibat kecelakaan, dan bahkan pemeriksaan awal penyakit katastropik seperti hipertensi pada orang lanjut usia. “Pasien-pasien umum itu sebenarnya, kalau mau dipikir, bukan bidan yang mengerjakan itu, tapi sebagai bidan desa harus serba bisa karena kita di desa, tidak ada dokter atau perawat,” kata Indah kepada Mediakom pada Selasa, 4 Juni 2024.
Selama menjadi bidan desa, pasien yang paling banyak ditemui Indah adalah pasien umum. Bahkan, ia kerap dihubungi masyarakat desa untuk melakukan pemeriksaan langsung ke rumah pasien. Indah harus selalu siap bila ada masyarakat yang membutuhkan dirinya segera, di tengah malam sekalipun, dan ia akan langsung bergegas menuju ke rumah pasien.
Indang menuturkan bahwa suatu kali dia pernah melakukan pemeriksaan pada tengah malam di rumah seorang pasien. Diagnosis awal menunjukkan pasien itu menderita hipertensi. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, tidak terdapat tanda bahaya yang muncul pada pasien. Indah kemudian menyarankan kepada keluarganya agar segera membawa pasien ke puskesmas atau rumah sakit terdekat jika pasien memiliki keluhan lain. Namun, setengah jam setelah Indah pulang ke rumahnya, ia menerima kabar bahwa sang pasien meninggal dunia. “Saya jadi syok dan heran karena tadi waktu ditinggal tidak ada tanda-tanda yang bahaya,” kata Indah.
Peraturan pemerintah mengharuskan ibu hamil melakukan persalinan di puskesmas atau di rumah sakit sehingga Indah jarang menangani persalinan. Ia biasanya menjadi pendamping yang menemani ibu hamil yang akan bersalin di puskesmas atau di rumah sakit.
Indah pernah membantu persalinan ibu hamil di dalam mobil saat sedang dalam perjalanan menuju ke puskesmas. Ia sangat panik karena proses persalinan dengan alat seadanya dan sang pasien mengalami lilitan tali pusat dan tidak bisa ngeden. Meskipun demikian, proses persalinan berjalan lancar. Bayi dan ibu selamat dan tetap dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. “Jadi perasaan kayak apa. Sampai di puskesmas baru lega rasanya,” ujar Indah.
Sebagai seorang bidan desa dengan tanggung jawab sebesar itu menjadikan Indah merasa senang dan bangga menjalani profesinya. Apalagi dia bisa mengenal dan berbaur dengan masyarakat Desa Awota.
Indah berharap dapat lebih profesional dalam menjalankan tugas untuk melayani dan memuaskan masyarakat serta dapat bekerja sama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat agar tidak ada lagi penduduk yang tidak peduli dengan kesehatan. Baginya, kesehatan adalah hal yang utama yang harus harus jadi kepedulian semua pemangku kepentingan.
Penulis: Redaksi Mediakom