16.6 C
New York

Cegah Meningkatnya Diabetes, Jangan Berlebihan Konsumsi Gula, Garam, Lemak – Sehat Negeriku

Published:

Jakarta, 30 Januari 2024

Konsumsi gula, garam, dan lemak yang berlebihan merupakan perilaku masyarakat yang meningkatkan risiko terkena penyakit tidak menular (PTM), seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan batas konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) per orang per hari, yaitu 50 gram atau 4 sendok makan gula, 2.000 miligram natrium atau 5 gram atau 1 sendok teh garam (natrium/sodium), dan lemak hanya 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng.

Konsumsi gula, garam, dan lemak yang berlebihan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, termasuk obesitas. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018, terjadi peningkatan obesitas pada penduduk usia 18 tahun ke atas, dari 15,4% pada 2013 menjadi 21,8% pada 2018.

Indonesia juga memiliki prevalensi obesitas pada anak yang tinggi. Prevalensi obesitas pada usia 5-19 tahun meningkat dari 2,8% pada 2006 menjadi 6,1% pada 2016. Selain itu, 14,8% remaja usia 13-17 mengalami kelebihan berat badan dan 4,6% mengalami obesitas.

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko PTM, sehingga peningkatan obesitas berhubungan dengan peningkatan penyakit tidak menular di Indonesia. Data The Global Burden of Disease 2019 and Injuries Collaborators 2020 menyebutkan, PTM menjadi penyebab 80% kasus kematian di Indonesia.

Pemerintah berupaya mengatasi peningkatan obesitas dan PTM, antara lain dengan pembatasan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Pembatasan ini dapat dicapai melalui kebijakan cukai pada produk tersebut.

Penerapan cukai ini diperlukan karena konsumsi minuman berpemanis yang tinggi dapat menyebabkan diabetes, yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Menurut penelitian Vasanti S Malik et al. (2019), setiap peningkatan 1 takaran saji minuman berpemanis per hari berkaitan dengan peningkatan berat badan sebesar 0,12 kg per tahun pada orang dewasa. Selain itu, kelebihan konsumsi minuman berpemanis satu porsi per hari akan meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus tipe 2 sebesar 18%, stroke 13%, dan serangan jantung (infark miokard) 22%.

“Penerapan peraturan saat ini tengah disosialisasikan dan dikoordinasikan bersama pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terkait besaran cukai yang akan diterapkan,” ucap Eva, di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Pengenaan cukai pada MBDK dilatarbelakangi oleh dampak negatif yang ditimbulkan dari konsumsinya, baik dalam hal kesehatan masyarakat, terutama peningkatan prevalensi PTM, maupun beban finansial yang ditanggung oleh sistem kesehatan.

Cukai MBDK merupakan salah satu intervensi yang dianggap efektif untuk mengatasi PTM. Sebanyak 108 negara menerapkan kebijakan ini.

Berdasarkan penelitian Ferretti dan Mariani (2019), Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara setelah Maladewa dan Thailand dalam konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 20,23 liter per orang di Asia Tenggara. Sumber lain, Rosyada dan Ardiansyah (2017), menyebutkan konsumsi MBDK di Indonesia mengalami peningkatan 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir, dari 51 juta liter pada 1996 menjadi 780 juta liter pada 2014.

Diharapkan, penerapan kebijakan ini dapat memperbaiki perilaku konsumsi masyarakat, memperbaiki kesehatan masyarakat, dan mendorong reformulasi produk industri yang lebih sehat.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email [email protected].

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid

Source link

Related articles

Recent articles